11.14.2009

Cinta Dunia



Cinta dunia adalah pangkal dari segala dosa. Dunia tidaklah sama dengan harta dan tahta saja. Harta dan tahta hanyalah bagian terkecil dari kehidupan dunia yang amat luas itu. Kehidupan dunia adalah kondisi obyektif Anda sebelum meninggalkan dunia. Sedangkan akhirat adalah kondisi obyektif

Anda setelah meninggal. Apa pun isi kehidupan yang Anda hadapi sebelum meninggal, maka itu adalah kehidupan dunia, kecuali ilmu pengetahuan, ma’rifat dan kebebasan. Kehidupan duniawi itu amat variatif.

Apa yang ada setelah kematian, juga merupakan wahana kenikmatan, bagi yang memiliki matahati. Tetapi wahana setelah meninggal itu bukanlah dunia, walaupun muncul di dunia.
Bagian-bagian duniawi tersebut saling terkait satu sama lain, berkaitan pula dengan upaya perbaikan kerja Anda, yang kembali pada harta-benda yang ada dan bagian Anda di dalamnya, serta kesibukan Anda untuk memperbaikinya.

Yang berupa harta-benda (materi) adalah bumi beserta isinya. Allah swt. berfirman:
“Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa yang ada di bumi sebagai perhiasan baginya...” (Q.s. Al-Kahfi: 7).


Kepentingan manusia terhadap bumi itu pun bervariasi, bergantung pada sisi bumi itu sendiri. Tanahnya secara umum dimanfaatkan oleh manusia sebagai tempat tinggal dan kebun. Tetumbuhannya sebagai obat dan makanan. Barang tambangnya sebagai sumber devisa, bahan-bahan produksi dan berbagai peralatan. Sedangkan binatang-binatang difungsikan sebagai alat kendaraan dan bahan makanan. Adapun manusia itu sendiri berperan sebagai khalifah Allah yang bertugas memakmurkan bumi dengan melakukan berbagai kebajikan dan mengembangkan keturunan. Semua itu telah terhimpun dalam firman Allah swt.:

“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak...” (Q.s. Ali Imran: 14).


Sedangkan bagian duniawi Anda di muka bumi, telah diungkapkan Al-Qur’an melalui kata “hawa nafsu”.
Allah swt. berfirman: “... dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya ...” (Q.s. An-Nazi’at: 40).
Kemudian sebagai rincian terhadap ayat tersebut, Allah swt. berfirman pula:
“... Sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak...” (Q.s. Al.-Hadid: 20).


Di balik semua itu berbagai ancaman terselubung terhadap batin, berupa kedengkian, kesombongan, riya’, hipokrit, berfoya-foya, cinta dunia dan gila sanjungan. Semua itu adalah dunia batin. Sementara kekayaan fisik adalah dunia lahiriah. Kesibukan Anda untuk memakmurkan dan mengolah dunia melalui industri dan profesi, yang membuat manusia sibuk sehingga lupa diri, lupa prinsip dan kehilangan makna hidup, semata karena kelelapan mereka terhadap kesibukan duniawi itu.

Kesibukan itu muncul akibat dua kaitan: ketergantungan hati karena cinta dunianya, dan ketergantungan fisik dengan sibuk mengolahnya.
Itulah hakikat dunia, yang -apabila -mencintainya merupakan pangkal dari segala dosa. Padahal dunia diciptakan semata sebagai bekal menuju akhirat. Hanya saja gemerlap dunia itu seringkali membuat orang tersesat sehingga lupa pada tujuan hidupnya sebagai musafir menuju alam akhir. Ibarat pemula yang menunaikan ibadat haji, dia pasti disibukkan dengan segala persiapan dan perbekalan maupun perlengkapan kendaraannya, sehingga akhirnya dia pun tertinggal oleh rombongannya dan gagal menunaikan ibadat haji, malah dimangsa oleh binatang buas di padang pasir.

Itulah dunia yang tercela dan yang menghancurkan. Padahal substansinya adalah ladang akhirat. Kehidupan dunia merupakan salah satu fase perjalanan menuju Allah swt. Ia ibarat perumahan yang dibangun di tengah jalan. Di situ segala bekal perjalanan dipersiapkan dan disimpan. Siapa pun yang mempersiapkan dan mengambil bekal perjalanannya di situ sekadar kebutuhan, seperti bekal makanan, pakaian, menikah dan kebutuhan lain, maka la benar-benar menanam tanaman dan akan dipetiknya kelak di akhirat. Tetapi, barangsiapa melebihi batas dalam mengambil bekal dan terlena olehnya, maka dia bakal binasa.
Allah swt. berfirman:

“Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna...” (Q.s. Hud:15).

“Yang demikian itu disebabkan karena sesungguhnya mencintai kehidupan di dunia lebih dari akhirat...” (Q.s. An-Nahl: 107).

“Adapun orang yang melampaui batas, dan lebih mengutamakan kehidupan dunia...” (Q.s. An-Nazi’at: 37-8).
Begitu pula Sunnatullah di dunia. Dunia adalah rumah jamuan bagi orang yang lewat. Bahkan rumah para penghuni, agar orang-orang yang lewat memanfaatkan mengambil bekal perjalanan, seperti pemanfaatan barang pinjaman. Kemudian dipindahkan kepada orang berikutnya dengan hati yang lapang tanpa ada ketergantungan hati terhadap apa yang beralih dari tangannya. Bukannya seperti orang yang menyesal ketika dunianya berakhir ke tangan orang lain.